Buleleng, swatantranews- Ketua Garda Tipikor Indonesia (GTI) Buleleng, Gede Budiasa Melakukan pendampingan dan atau memperjuangkan hak tanah desa adat, warga Desa Pemuteran Kecamatan Gerokgak Buleleng Bali di bukit ser, Lokasi tersebut saat ini diduga di klaim oleh oknum ( intelektualnya) Mantan Pejabat pemangku Kekuasaan di Buleleng, dengan Cara figur dan membagi- bagi Tanah Negara berkedok masyarakat, akibatnya masyarakat Desa Puteran menjadi korban kerakusan dan ketamakan oknum mantan pejabat di Buleleng.
“Kami telah melakukan investigasi awal. Tanah itu cukup luas. Diperkirakan lebih dari 80 hektare. Itu notabene merupakan tanah negara,” Kata Budiasa Ketua GTI Buleleng dengan tegas, Minggu (24/11).
Dikatakan Budiasa, sejumlah warga Desa Pemuteran Buleleng Bali mengungkapkan adanya berbagai kejanggalan, Warga menduga ada manipulasi data yang melibatkan oknum pejabat hingga memuluskan pengalihan hak tanah kepada pihak luar tanpa prosedur yang sah.
” Praktik ini sebagai pelanggaran hukum agraria, khususnya UU Nomor 5 Tahun 1960 dan Pasal 3 PP 24 Tahun 1997 dalam penguasaan fisik bidang tanah selama 20 Th. sejak sebelum th 1960,” Tegas Budiasa,
“Tanah negara itu hanya bisa dimohonkan oleh mereka yang benar-benar menguasai dan melestarikan tanah tersebut. Namun direkayasa dibuat figur, kini justru muncul nama-nama dari luar desa yang tiba-tiba mendapatkan hak atas tanah di sini,” ujarnya.
Dalam laporannya, GTI Buleleng menemukan dugaan keterlibatan oknum pejabat yang memanipulasi data untuk mengesahkan kepemilikan tanah kepada pihak yang tidak berhak.
“Proses ini sepertinya dilakukan secara terorganisir TSM (Terstruktur, Sistematis dan masif), dari tingkat bawah hingga atas. Ada indikasi keterangan palsu dan rekayasa data, termasuk dokumen penting seperti SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) yang diubah tanpa sepengetahuan warga asli,” tegasnya.
Kesaksian Warga Setempat
Made Muliawan, salah satu warga yang turut memperjuangkan hak tanah adat, menyebutkan bahwa kawasan yang dipermasalahkan awalnya diajukan sebagai lahan untuk pura dan fasilitas desa. Namun, pada tahun 2021, tiba-tiba tanah tersebut berubah menjadi hak milik pribadi tanpa sepengetahuan desa adat.
“Kami sudah memiliki SPPT yang sah atas nama warga setempat. Tapi kini tanah itu malah dikavling dan dijual ke pihak lain. Kami hanya ingin hak kami dikembalikan,” jelasnya.
Muliawan menambahkan, beberapa bukti fisik seperti batas tanah berupa pohon waru dan kawat berduri juga diabaikan.
“Tanah ini merupakan aset desa adat. Tapi entah bagaimana, sekarang malah berubah menjadi milik orang lain. Kami minta pemerintah dan aparat hukum segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini,” ujarnya.
Tuntutan Warga dan Harapan
Warga Desa Pemuteran berharap kasus ini segera diusut tuntas agar tidak menjadi preseden buruk bagi generasi mendatang.
“Kami tidak ingin kejadian seperti ini terus terjadi. Tanah yang seharusnya untuk kesejahteraan masyarakat dan perluasan Pura Segara / Tanah desa jangan sampai jatuh ke tangan orang-orang yang hanya mencari keuntungan pribadi,” kata Budiasa Ketua GTI Buleleng.
Kasus ini telah dilaporkan ke Polres Buleleng dan dalam proses penyelidikan lebih lanjut. Warga meminta pihak kepolisian mempercepat penanganan agar keadilan segera terwujud.
“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Jika perlu, kami siap membawa masalah ini hingga ke tingkat pusat,” pungkas Budiasa.
(*/red)