Buleleng, swatantranews – Sejak bertahun-tahun lamanya, masyarakat hanya menjadi penonton dan sudah kehabisan kata-kata dalam Persoalan tanah negara di Bukit Ser, Banjar Dinas Kembang Sari, Desa Pangkungparuk, Kecamatan Seririt, Buleleng, Bali.
Masyarakat tidak mempersoalkan seberapa luas ( Hektar) Tanah negara yang ada di Bukit Ser yang telah habis terjual dan menjadi Bancakan serta dikuasi oleh sekelompok orang yang rakus dan tamak.
Sejak Tahun 1980
Masyarakat Desa Adat Pangkungparuk mengelola tanah negara bebas di Banjar Dinas Yeh Panas seluas 17.550 meter persegi. Pengelolaan ini dilakukan untuk keperluan adat yang sah menurut prinsip hukum adat Bali (Guna memperluas perayangan Pura Segara-red).
Akan tetapi seiring berjalannya waktu, Saat ini lahan seluas 17.550 tersebut sudah berpindah tangan (Penguasaannya), niat memperluas perayangan Pura Segara sirna sudah.
Mencermati hal tersebut, Hasil Investigasi GTI Buleleng, terkuat adanya dugaan Sindikat Mafia Tanah sedang Menari-nari diatas Lahan negara seluas 17.550 meter persegi diduga disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu melalui manipulasi data administrasi dan pelanggaran tata ruang.
Ketua DPC Garda Tipikor Indonesia (GTI) Kabupaten Buleleng, I Gede Budiasa, mengungkapkan dugaan praktik mafia tanah yang merugikan negara miliaran rupiah.
“Kami menduga adanya sindikat yang melibatkan perangkat desa, tokoh adat, dan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam rekayasa dokumen kepemilikan tanah negara,” jelas Budiasa dalam laporannya kepada Kanit Tipikor Polres Buleleng. Senin (6/1).
Dijelaskan I Gede Budiasa, Kasus ini bermula dari dugaan penjualan tanah negara di Banjar Dinas Kembang Sari, Desa Pangkungparuk, Kecamatan Seririt, yang seharusnya digarap oleh 12 warga setempat sejak 1987. Pada 2016, Gusti Nyoman Tambun bersama perangkat desa diduga memalsukan surat keterangan waris untuk mengklaim tanah tersebut sebagai warisan pribadi.
Pada Tahun 2021, dua sertifikat tanah dengan luas total 59.100 M² diterbitkan atas nama Gusti Nyoman Tambun dan Made Sukedana. Kedua bidang tanah tersebut kemudian dijual kepada Kadek Sriniti, seorang pengusaha tambang, dengan nilai transaksi Rp1,9 miliar. Bukti berupa foto penerimaan uang, saksi, dan dokumen terkait telah dilampirkan dalam laporan.
“Kami meminta pihak kepolisian segera menyelidiki dan mengamankan barang bukti, serta menindak tegas para pelaku,” tegas Budiasa. Ia juga menyebutkan bahwa tanda tangan salah satu saksi, Kelian Banjar Adat Ketut Widya, telah dipalsukan dalam dokumen tersebut.
Kasus ini menjadi perhatian serius masyarakat, mengingat dampak kerugian negara yang cukup besar. Dengan laporan ini, diharapkan pihak berwajib segera mengusut tuntas dugaan sindikat mafia tanah di Desa Pangkungparuk.
(*/red/ rls biro Jp)