Ungkap Fakta..! Kasus Warisan Tanah di Dalung Memanas, Dugaan Pemalsuan Dokumen dan Kejanggalan Silsilah Keluarga

Denpasar, swatantranews- Sengketa warisan tanah di Bali semakin memanas setelah muncul dugaan pemalsuan dokumen dan kejanggalan dalam silsilah keluarga. Kuasa hukum salah satu ahli waris, Gusti Ketut Suharnadi, mengungkap fakta bahwa hanya dua orang ahli waris yang tercantum dalam sertifikat tanah, sementara lima ahli waris lainnya diabaikan

Ruben Luther Sang, S.H Selaku kuasa hukum Gusti Ketut Suharnadi, menjelaskan bahwa pada tahun 2021, kliennya menemukan sertifikat tanah terbit atas nama I Gusti Ngurah Witana dan I Gusti Rai Oka tanpa melibatkan ahli waris lain. Atas dasar itu, gugatan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar dengan perkara nomor 3 G/2021. Namun, gugatan tersebut tidak diterima karena harus lebih dahulu diselesaikan melalui jalur perdata di Pengadilan Negeri

“Dalam proses PTUN itu, kami menemukan bahwa sertifikat tersebut hanya mencantumkan dua ahli waris, padahal ada tujuh ahli waris yang sah. Kami kemudian melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ke Polda Bali berdasarkan Pasal 263 KUHP, serta dugaan penghilangan asal-usul berdasarkan Pasal 277 KUHP,” ujar Ruben, Kamis (30/1).

Namun, Polda Bali menghentikan penyelidikan kasus tersebut dengan alasan tidak ditemukan bukti yang cukup. Ruben menyayangkan keputusan itu dan telah mengajukan permohonan agar kasus dibuka kembali.

“Kami sudah mengajukan permohonan pembukaan kembali kasus Pasal 263 pada 9 Agustus 2024 dan Pasal 277 pada 18 September 2024, tetapi hingga kini belum ada tanggapan dari Polda,” tegasnya.

Gede Angastia, seorang penggiat anti-korupsi, menegaskan bahwa kasus ini harus diusut secara transparan dan tanpa ada keberpihakan dari aparat penegak hukum. Ia juga menyoroti kemungkinan adanya intimidasi terhadap pihak-pihak yang memperjuangkan hak mereka.

“Penegak hukum harus bertindak gentleman dan tidak berpihak. Dugaan pemalsuan sudah jelas terlihat dari adanya dua versi silsilah keluarga. Polisi harus membuktikan bahwa mereka benar-benar netral dan tidak ada kepentingan tertentu,” ujar Gede Angastia.

Ia juga menyinggung bahwa tanah tersebut telah dikuasai selama lebih dari 20 tahun oleh keluarga yang seharusnya berhak atas warisan tersebut. “Menurut UU PP 24 Tahun 1999, tanah yang dikuasai lebih dari 20 tahun bisa dimohonkan haknya oleh yang menggarapnya. Ini harus menjadi perhatian serius,” tambahnya.

Gusti Agung Kristina Ary Yunita, anak pertama dari Gusti Ketut Suharnadi, mengungkapkan bahwa keluarganya telah lama menguasai tanah tersebut. Namun, saat mencoba mengurus silsilah di kantor desa, ia mengalami kesulitan.

“Saya sudah membuat silsilah keluarga berdasarkan buku keluarga besar dan saksi-saksi dari keluarga. Tapi kepala desa menolak menandatanganinya tanpa alasan jelas,” ungkapnya.

Sementara itu, mantan Kelian Adat Banjar Jeroan, Gusti Ngurah Ketut Sudana, mengaku bahwa ia pernah diminta menandatangani dokumen terkait pengurusan sertifikat, tetapi tidak mengetahui isinya secara mendetail.

“Saya tahu bahwa almarhum memiliki tiga istri. Saat diminta tanda tangan, saya tidak curiga karena ada nama kelian adat di dokumen itu. Namun, saya tidak membaca secara detail isi dokumen yang saya tandatangani,” ujarnya.

Kasus ini semakin menjadi perhatian publik, terutama setelah muncul dugaan bahwa proses penerbitan sertifikat dilakukan tanpa persetujuan seluruh ahli waris. Kini, keluarga Gusti Ketut Suharnadi dan kuasa hukumnya masih menunggu respons dari Polda Bali terkait permohonan pembukaan kembali kasus ini, *dilansir balijani.

(*/red/**)

Pos terkait

banner 728x250