Disambut Haru..! Menteri ATR/ BPN Berikan  Bantuan Ke   Warga Terdampak Eksekusi Lahan di Setiamekar, 25 Jt/KK

Kabupaten Bekasi, swatantranews– Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN) Nusron Wahid wahid melakukan kunjungan ke warga yang terdampak eksekusi lahan di Kp. Bulu, Desa Setiamekar, Tambun Selatan, Jumat (07/02/2025) pagi.

Nusron meninjau sejumlah titik di kawasan yang lahannya di sengketakan karena polemik jual-beli dari pemilik induk lahan. Usai meninjau salah satu lahan, Nusron menunjukan sertifikat milik salah satu warga yang di gusur.

Sertipikat Tetap Sah, Nusron Beri Peringatan Keras

Nusron mengatakan, eksekusi PN Bekasi dilakukan tanpa terlebih dahulu memohon pengukuran kepada Kantor ATR/BPN Bekasi guna memastikan akurasi peta objek eksekusi.

“Pagi ini Jumat 7 Februari 2025, saya selaku Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memastikan lima rumah, salah satunya milik Ibu Asmawati yang viral di sosmed beberapa hari ini, yang dieksekusi PN Bekasi, sertipikatnya sah dan punya kekuatan hukum tetap,” kata Nusron, dikutip dari unggahan di akun Instagram resmi miliknya, Jumat (7/2/2025).

Selain itu, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengatakan bahwa sikap BPN terhadap permasalahaan ini, terhadap sertifikat tetap sah, meski sudah ada keputusan MA. Karena menurutnya, dalam amar putusan tersebut tidak ada perintah untuk membatalkan sertifkat.

“Seharusnya, penggugat itu datang ke pengadilan untuk meminta ada penetapan membatalkan sertifikat tersebut. Karena pengadilan dalam putusannya, hanya menyebut bahwa sertifikat itu tidak sah, tidak punya kekuatan hukum. Hanya itu, tidak ada perintah untuk di batalkan. BPN tidak bisa menafsirkan sediri, harus ada perintah,” ujarnya.

“Setelah kami cek ternyata lima rumah yang dieksekusi berada di luar peta obyek sengketa yang sudah diputus PN, PT dan MA,” lanjutnya.

Dia pun memperingatkan seharusnya sebelum dieksekusi, harus terlebih dahulu:

1. minta penetapan PTUN agar ada pembatalan sertifikat yang sudah diterbitkan di tanah yang menjadi obyek keputusan

2. mengajukan permohonan pengukuran.

3. pemberitahuan kepada Kantor BPN tentang eksekusi.

“Ketiga prosedur tersebut tidak dilalui,” ujarnya.

“Kami perintahkan jajaran ATR/BPN untuk segera koordunasi dengan PN Bekasi, pihak yang berperkara untuk melakukan mediasi ulang dan membayar ganti rugi rumah yang sudah kadung digusur dan dieksekusi,” sambungnya.

“Jangan rakyat kecil yang tidak tahu perkara menjadi korban persengketaan masa lalu. Kalau toh sengketa tanah dan udah kadung ada bangunan, maka harus jalan keluar yang lebih manusiawi, misal dengan kasih kerahiman bangunan dan sebagainya,” katanya.

“Sambil menunggu mediasi dan negosiasi, agar mereka dapat bertahan hidup kepada lima kepala keluarga yang dieksekusi Saya kasih bantuan @ Rp 25 Jt per KK. Semoga bermanfaat dan sedikit mengobati kesedihan,” ujar Nusron.

“Jadi, tahun 1973, ada orang bernama juju mempunyai tanah seluas 3,6 hektar. Juju menjual ajb ke Abdul Hamid tahun 1976. Problemnya adalah, Abdul Hamid tidak langsung balik nama. Kemudian, Juju ini nakal, tahun 1982, tanah itu di jual lagi ke Kayat. Dan langsung dibuat sertifikat menjadi 4 sertifikat, m704, m705. m706, m707.,” ungkap Nusron.

Lebih lanjut, dirinya juga menambahkan, dalam perjalanan waktu, Abdul Hamid wafat. Lalu Mimi jamilah anak dari Abdul Hamid menggugat. “Sampai ke MA, dia menang. Singkat cerita, dia meminta eksekusi,” sambungnya.

Selain itu, dirinya juga menjelaskan, jika sudah di batalkan, lalu untuk eksekusi harusnya di ukur dahulu. Dimana lokasi yang di sengketakan, apakah lokasi tersebut masuk dalam persengkataan atau tidak. Setelah itu, pengadilan berkirim surat ke BPN untuk eksekusi.

“Setelah kami cek lima lokasi lahan yang di eksekusi, itu di luar daripada objek yang di sengketakan. Lalu bagaimana selanjutnya? Kami akan berkoordinasi dengan pengadilan, dan memanggil pihak yang bersengketa. Untuk mengganti rumah yang sudah di gusur, karena mereka membangun dengan sah, mereka hanya korban. Tidak terlibat konflik itu. Walaupu eksekusi berjalan, harus mempetimbangkan aspek-aspek kemanusiaan,” jelas Menteri ATR/BPN.

Sementara itu, salah satu warga yang menjadi korban eksekusi lahan, Mursiti (60) mengapresiasi apa yang diberikan oleh Menteri ATR/BPN, dirinya juga berharap agar kementerian bisa memperjuangkan hak-haknya

“Alhamduillah, dari masing-masing kita mendapatkan bantuan 25 juta dari pak menteri. Semoga pak menteri sehat selau, untuk semenatra mungkin uang itu akan di pakai buat nyari kontrakan dulu. Kami berharap, nasib kami di perjuangkan, keadilan ada buat kami, hak kami di kembalikan lagi,” ungkapnya penuh haru.

Mursiti juga menambahkan, bahwa ini mungkin bagian dari ujian yang harus di terima. “Kami menerima cobaan ini, sudah terjadi mau gimana lagi?, kita hanya bisa berdoa kepada Allah, semoga apa yang menjadi hak kita akan di kembalikan lagi,” harap Murisiti.

Ditempat yang sama, pengembang Cluster Taman Setiamekar Residence 2 Abdul Bari mengatakan alasannya bangunan Cluster tidak di robohkan karena penghuninya memilik sertifikat yang sah.

“Cluster Setiamekar residence 2 sampai dengan hari ini seperti apa yang temen-teman pers saksikan, bangunan kami tidak ada yang di robohkan. Karena pada sa’at terjadinya eksekusi, kami bertahan, mempertahankan hak kami sebagai pemilik sertifikat yang sifatnya absolute dan tidak pernah dibatalkan. Seperti apa yang dikatakan pak menteri tadi, bahwasanya sampai hari ini, sertifikat yang di miliki masyarakat masih sah dan tidak pernah dibatalkan,” katanya.

Bari juga menambahkan, bahwa ada proses hukum lebih lanjut untuk melakukan pembatalan sertifikat tersebut. “Oleh karena itu Cluster Setiamekar Residence 2 pada waktu pelaksanaan ekeskusi, kita semua menolak. Karena mempertahankan hak,” pungkas Bari.

(*/red)

Pos terkait

banner 728x250