Bali, SwatantraNews- Ketamakan dan rakus diduga menjadi Sumber pokok masalah yang dilakukan oleh segelintir orang, Sehingga Keberadaan Pura Bhujangga tempat suci dan sakral di Jati luwih sempat mulai terusik.
Adalah Pura Bhujangga Waisnawa Gunung Sari atau Mrajan Agung Bhujangga Waisnawa Gunung Sari, terletak di Desa Pakraman Gunung Sari, Desa Jatiluwih, Penebel, Tabanan.
Lokasi Pura Bhujangga berada di lereng gunung, membuat suasana sembahyang di pura ini lebih hening dengan udara yang sejuk, Akan tetapi ada bagian keheningan tersebut saat ini merasa terusik, hal ini tidak banyak diketahui oleh warga sekitar Pura,
“Diduga saat ini di lokasi lahan Pura sedang ada sebuah persoalan yang berhubungan dengan batas lahan pura dan lahan warga, atau bisa jadi sengaja di rekayasa oleh oknum, seolah olah di lokasi lahan Pura Bhujangga dibuat ada permasalah tentang Pengembalian batas lahan Pura Bhujangga dengan lahan warga,”
Diketahui sebelumnya, Kuasa Pura Bhujangga telah mendatangi kantah BPN Tabanan, terkait permohonan penentuan batas yang telah dilakukan pengukuran oleh Petugas BPN.
” Yah, Hari ini, kami bersama tim sengaja mendatangi Kantah BPN Tabanan Bali, untuk mengecek hasil ukur lokasi yang telah dilakukan oleh petugas BPN beberapa waktu lalu, Hal ini berdasarkan surat permohonan pengembalian batas dan persyaratan lengkap yang telah kami ajukan ke Kantah BPN Tabanan,”Kata I Gede Budiasa di Tabanan Bali, Senin (31/1) lalu.
Atas kejadian hal ini, rekan media kembali mencoba mencari tahu, apa dan bagaimana cerita kolosal duniawi yang sempat viral di media soal kondisi umum di Pura Bhujangga, terkait misteri garis putus-putus dalam gambar SHM No 358 dan 359
Tanah untuk pembangunan Pura Bhujangga pada awalnya tanah milik Wayan Sudarma (sebagai penjual ) dan dr. Sugita, Penglingsir Pura Bhujangga (sebagai pembeli), Proses jual beli ini dikisahkan lengkap oleh dr Sugita (menekankan pembelian awalnya satu bidang Tanah).
Nah yang menjadi pertanyaan diatas lahan pura Bhujangga tersebut awalnya satu bidang tanah, kenapa saat ini bisa ada dua bidang sertifikat dan masih ada sisa lebih lagi. Ada apa.?
Kronologis awal, Simak dengan jelas
“Tahun 1989 Wayan Sudarma menawarkan sebidang Tanah yg terletak di Desa Jatiluih, Batas – batas tanah sampai Pangkung kangin,” Kata dr. Sugita dalam penjelasan melalui pesan WhatsApp, Rabu (1/2).
Wayan Sudarma minta tolong. Sama saya (Dr Sugita) agar pelinggih Sedahan Abyan yg ada diatas bidang tanah miliknya agar dilestarikan,
“kerena sebidang tanah miliknya ( Wayan Sudarma) telah dibeli untuk dipergunakan pelemahan Pura Luhur Bhujaga Wisnawa,” Kata Dr Sugita.
Lanjutnya, Setelah dibeli dan dibayar lunas dihadapan “Kepala Desa Jatiluih dan uangnya telah diterima lunas oleh Wayan Sudarma” data tercatat.
Selanjutnya proses terus berjalan dan di buatkan Akta Jual beli melalui Notaris di Tabanan dan diproses sertifikat berdasarkan jual – beli,
” Nah, Untuk permohonan sertifikat tersebut diurus melalui guru Badra yg pensiunan polisi (Alm). dan mantan polisi atau guru Badra tersebut yg menujuk Notaris di Tabanan ,”katanya.
Saya (Dr Sugita) sebatas membayar sebidang tanah milik Wayan Sudarma yg terletak di Dusun Gunung sari, Desa Jatiluih
Pada waktu itu, Matan polisi sempat memberitahu batas – batas tanah milik Wayan Sudarma kepada saya,
” Diketahui, setelah diukur globalnya (33 Tahun lalu-red) batas timur pangkung, “ujar Guru Badra, (mantan polisi) kepada saya, yang disuruh mengurus Jual beli ke Notaris bersama kemoncolan Pura Luhur Bhujangga
Selanjutnya, Terbit sertifikat atas nama Pura Luhur Bujangga dan pada saat itu saya (dr Sugita- pembeli-red) tidak pernah melihat langsung (asli sertifikat milik Pura)
Masih kata dr Sugita, Karena Kemoncolan Pura Luhur Bhujangga meninggal th 2005, waktu itu diminta sertifikat dg ahli warisnya dibilang tidak ada sampai sekarang belum ditemukan sertipikat Pura Luhur Bujangga tersebut,
Sedangkan Kemoncolan baru, melalui Dr Santika mohon pengembalian batas dua bidang Sertifikat Hak milik Pura Luhur Bujangga.
“Atas kesepakatan Pengurus pura Luhur Bujangga Sertifikat yg tidak ditemukan dirumah alm kemoncolan pura agar dimohonkan sertifikat penggati karena hilang di rumah Alm Kemoncolan Pura Bhujangga”
Dengan dasar tersebut, Sepakat Pengurus pura Luhur Bujangga memberikan kuasa kepada I Gede Budiasa untuk dan atas nama Ketua Kemoncolan Pura Dr Santika, (bukti terlampir).q
Demikian keterangan kronologis yg saya sampaikan (dr Sugita-red) selaku pembeli tanah milik Wayan Sudarma, yang saat ini telah berdiri kokoh Pura Luhur Bhujangga, Jati luwih,
Kepada semua pihak dan instansi terkait lanjut dr. Sugita, agar keterangan ini menjadi bahan pertimbangan para pihak yang telah mengklaim diatas lahan (Tanah Pura Bhujangga), konon katanya ada lahan masyarakat yang merasa digunakan oleh Pura Bhujangga.
” Intinya, Saya dahulu membeli Sebidang tanah milik Wayan Sudarma, dan saya merasa perlu memberikan penjelasan dengan adanya klaim dari berbagai pihak, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terimakasih, ” tandasnya.
Pada waktu itu yang membuat saya senang, Oleh guru Badra saya hanya diberitahu bahwa tanah yg saya beli hampir nyampe ke panggung kangin.
“Saya senang sekali, krn disana ada beji kangin pura, Dan Penunggun karang tanah yg saya beli, saat ini dijadikan kala raksa ,” Katanya.
Amanat Penjual
“Setelah proses jual beli yg punya tanah memohon agar penunggun karang tdk dihilangkan krn dia pernah kesakitan krn penunggun krang itu,
” Nah, Permohonan ini saya catat dalam diri saya, sebagai amanat dari penjual dan saya laksanakan,hingga saat ini,” Pungkasnya.
(*/cr.Jr Bud)